Bolmong – GlobalNewsNusantara.ID
Kabar memilukan datang dari Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara. Desa yang dikenal subur dengan lahan pertanian dan perkebunan itu kini menghadapi ancaman serius: hilang dari peta akibat rusaknya lingkungan yang ditengarai imbas aktivitas tambang emas raksasa PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM).
Puncaknya terjadi pada Selasa, 12 Agustus 2025, ketika banjir bandang material batuan bercampur lumpur menghantam Desa Bakan. Arus deras menyeret tanah, bebatuan, hingga lumpur pekat yang menimbun lahan perkebunan dan persawahan warga. Sejumlah saksi menyebut banjir itu terjadi usai tiga tanggul milik PT JRBM jebol.
Perwakilan perusahaan, Rudi Rumengan dan Taufik Pontoh, saat berada di lokasi bencana mengakui peristiwa tersebut kepada Kapolres Kotamobagu, AKBP Irwanto. Namun, jawaban itu justru memantik pertanyaan besar dari masyarakat dan aktivis lingkungan: mengapa tanggul perusahaan bisa jebol, dan kemana peran hutan penyangga yang seharusnya menjadi benteng terakhir keselamatan warga? Hutan Penyangga Beralih Jadi Areal Produksi
Sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya menuturkan fakta mengejutkan kepada redaksi. Menurutnya, dulu wilayah sekitar Desa Bakan memiliki hutan penyangga alami yang berfungsi menahan banjir dan longsor. Namun kini, hutan itu sudah tak lagi ada.

“Hutan penyangga sudah berubah jadi areal produksi tambang PT JRBM. Padahal dulu hutan itulah yang melindungi desa dari banjir dan tanah longsor. Sekarang benteng keselamatan sudah hilang, dan Desa Bakan hanya tinggal menunggu waktu,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ia menggambarkan skenario mengerikan yang bisa terjadi. “Bayangkan jika perusahaan terus mengeruk puncak gunung, lalu tanggul kembali jebol atau longsor besar terjadi. Desa Bakan bisa lenyap, tertimbun lumpur dan bebatuan. Itu bukan ancaman imajiner, tapi realitas yang akan terjadi karena hutan penyangga sudah tiada.” Blasting Terdengar Hingga Pemukiman Warga
Lebih jauh, aktivitas tambang PT JRBM disebut semakin mendekati pemukiman. Warga mengaku getaran dari aktivitas blasting (peledakan batuan) perusahaan terasa hingga ke rumah-rumah mereka. Kondisi ini menambah ketakutan warga akan bahaya yang mengintai kapan saja.
“Pertanyaannya, siapa yang mengizinkan hutan penyangga diubah jadi area produksi? Jika memang sudah dialihfungsikan, seharusnya perusahaan bertanggung jawab penuh. Tapi faktanya, yang jadi korban pertama adalah rakyat kecil di Desa Bakan,” lanjut sumber tersebut. Desa Bakan Menunggu Waktu
Hilangnya hutan penyangga bukan sekadar soal lingkungan, melainkan soal eksistensi sebuah desa. Jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah maupun aparat penegak hukum, Desa Bakan bisa benar-benar tinggal kenangan.
Redaksi masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari pihak PT JRBM terkait dugaan pengalihan hutan penyangga menjadi areal produksi tambang. Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi.(Kif)