Manado – GlobalNewsNusantara.ID Sidang lanjutan kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) kembali digelar. Agenda sidang keempat yang dipimpin oleh Majelis Hakim Acmad Peten Sili, didampingi Hakim Kusnanto dan Hakim Iryanto, menghadirkan sejumlah saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, alih-alih menguatkan dakwaan, keterangan saksi justru dinilai tidak memberatkan posisi Pdt. Hein Arina dan para terdakwa lain.
Dalam sidang tersebut, JPU menghadirkan beberapa saksi penting, antara lain:
Femi Suluh – Mantan Sekretaris TPAD Pemprov Sulut
Praseno Hadi – Mantan Inspektorat Pemprov Sulut
Olvie Aten
Sandara Moniaga
Silangen – Ketua DPRD Sulut
Widya – PPTK
Silvia
Kuasa Hukum Bongkar Fakta di Persidangan
Kuasa hukum Pdt. Hein Arina dengan tegas menggali keterangan saksi. Pertanyaan seputar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) belanja daerah, keterkaitan dengan pendapatan daerah, hingga kemampuan keuangan daerah untuk menyalurkan hibah dilontarkan. Namun, saksi mengaku tidak bisa menjawab karena hal tersebut di luar kewenangannya.
Lebih jauh, kuasa hukum mempertanyakan apakah para saksi mengetahui bahwa klien mereka, Pdt. Hein Arina, dijadikan tersangka dan kini terdakwa dalam kasus tersebut. Jawaban para saksi seragam: “Tidak tahu.” Indikasi Dakwaan Lemah
Jawaban saksi yang tidak mampu memberikan keterangan substantif dinilai semakin mempertegas lemahnya dakwaan. Fakta persidangan sejauh ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti kuat yang mengarah pada kesalahan terdakwa.
Pengacara Hein Arina menyebut, jalannya persidangan justru semakin mengungkap bahwa kasus ini sarat dugaan kriminalisasi dan salah tafsir hukum. “Tidak ada satu pun keterangan saksi yang memberatkan klien kami. Semua mengarah bahwa beliau tidak bersalah,” tegas tim kuasa hukum usai sidang. Publik Menunggu Putusan
Kasus hibah GMIM ini menyita perhatian publik Sulawesi Utara. Namun, dengan perkembangan sidang keempat ini, muncul gelombang opini bahwa proses hukum yang menjerat Pdt. Hein Arina terkesan dipaksakan.
Sidang selanjutnya akan menjadi momentum penting untuk menguji kembali apakah benar ada unsur pidana, ataukah ini hanya sekadar jebakan hukum yang menodai prinsip keadilan.(Kif)